Kemasan Retort
Kemasan Retort adalah salah satu kemasan yang agak rumit permasalahannya. Dari sekian banyak perusahaan flexible packaging yang ada di Indonesia hanya beberapa yang benar-benar ahli dan memiliki "know how" untuk menghasilkan kemasan retort yang berkualitas. Adhesive quality, material, reliable process, personal discipline, timing, semuanya ikut menentukan.
Hal ini kadang kurang dipahami para Brand Owner terutama di level umkm. Pemahaman mereka bahwa proses retort adalah proses pemanasan biasa. Padahal retort sebenarnya memperlakukan kemasan dengan sangat extreme dengan suhu nya +/- 121oC yang bisa membuat jenis plastik tertentu bisa mengalami kerusakan.
Umumnya kasus yang sering ditemui dari para pemain umkm ini adalah mereka membeli kemasan vakum biasa kemudian di retort. Uniknya ada yang berhasil tetapi sebagian besar pasti bermasalah (bocor). Yang berhasil ini kemungkinan bisa jadi temperaturenya tidak terlalu tinggi, prosesnya hanya sebentar atau bisa juga plastik vakum yang didapat sudah menggunakan adhesive nya dengan grade yang lebih tinggi.
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab kenapa terjadi kebocoran tersebut. Salah satunya adalah yang terkait kepada material dan adhesivenya. Pada prinsipnya material-material plastik yang umum dipakai di dunia flexible packaging tidak akan hancur pada saat diretort karena memiliki titik lebur yang tinggi. Yang terjadi adalah material tersebut menjadi soft dan adhesive yang menempelkan lapisan-lapisan tipis yang membentuk material kemasan tersebut lama kelamaan rusak sehingga kekuatan lapisan plastik yang tadinya kuat menahan tekanan yang ditimbulkan dari proses retort tersebut, makin lama makin lemah dan terjadilah kebocoran. Ibarat sebuah lidi yang kokoh dalam satu ikatan, dan ketika ikatan itu lepas, satu persatu lidi itu pun patah. Makanya untuk proses retort diperlukan material plastik dan adhesive yang stabil, tidak mengalami deformasi ketika diretort
Kalau kita lihat di luar negeri, penggunaan teknologi retort sudah umum digunakan oleh para umkm. Karena memang teknik sterilisasi retort ini memberikan banyak keuntungan. Misalnya produk tidak harus disimpan di chiller atau freezer, cukup dengan suhu ruang produk tersebut bisa bertahan cukup lama. Umumnya bisa 6-12 bulan. Sedangkan di Indonesia sendiri masih belum terlalu berkembang. Diproyeksikan permintaan kemasan retort dari umkm akan semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya para wiraswasta umkm baru yang masuk ke bisnis kuliner. Lifestyle masyarakat Indonesia yang berubah, membuat makanan-makanan yang "ready to eat" juga akan semakin dicari. Indonesia memiliki banyak potensi makanan "ready to eat" yang sangat layak untuk dipasarkan. Mulai dari Nasi Goreng, Laksa, Rendang, Gudeg, dll. Hanya saja para pemain umkm ini harus dibantu dalam hal edukasi terhadap karakteristik dari kemasan retort dan juga penyediaan mesin retort yang terjangkau secara finansial. Karena saat ini mesin retort yang ukuran mini saja harganya bisa diatas 7 jutaan rupiah.
Semoga tulisan singkat ini cukup berguna dan memberikan inspirasi bagi mereka-mereka yang ingin dan sedang merintis usaha kuliner. Terima kasih.
Baca Juga
Digital Print
Untuk mengenal mesin digital print sebenarnya tidak terlalu sulit karena didalam kehidupan sehari-hari kita sudah berinteraksi dengan mesin tersebut. Mesin printer inkjet atau laser jet yang banyak ditemukan di rumah-rumah atau perkantoran termasuk salah satu jenis mesin digital print. Yang membedakan mesin digital print yang dipakai di segmen Industri dengan printer laser atau inkjet segmen rumahan adalah salah satunya dalam hal flexibilitas penggunaan material yang akan dicetak. Kalau mesin laser printer di rumah kita dipaksakan untuk cetak sticker vynil maka yang terjadi adalah sticker tersebut mengkerut karena efek panas yang dihasilkan pada saat proses menempelkan tinta ke material. Suhunya bisa mencapai 150 oC. Sebaliknya bila kita paksakan cetak sticker vynil di mesin inkjet rumahan seperti merk Canon, HP atau Epson, maka tintanya akan blobor dan mudah dihapus. Jadi tinta sangat berperan penting di mesin digital print ini. Makanya banyak ditemukan mesin printer rumahan yang di modikasi dengan mengganti tintanya dengan jenis tertentu sehingga bisa mencetak di material seperti Art Paper, Chromo bahkan Vynil/Plastik.
Kemasan Alufoil, "si Penjaga Nutrisi"
Kalau kita ke supermarket, biasanya kita akan menemui etalase susu bubuk dengan kemasan yang berbeda-beda. Ada yang menggunakan kemasan sachet dalam bentuk renceng, ada yang menggunakan kaleng, trus ada juga dengan kemasan dus yang didalamnya terdapat kemasan pembungkus. Dari ketiga kemasan ini semuanya memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menggunakan material alufoil. Untuk yang sachet dan inner dus, sama-sama menggunakan material aluminium masuk ke kategori "flexible packaging" karena tebal aluminiumnya sangat tipis dan bersifat flexible. Adapun yang kaleng termasuk dalam kategori "rigid packaging".
Plastik Baso yang "Cracking"
Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan teman yang baru memulai usaha pembuatan daging bakso. Dikarenakan tidak memiliki pengetahuan tentang kemasan plastik maka teman saya ini mengemas produk baksonya dengan plastik biasa yang ada di toko-toko plastik biasa. Yang terjadi adalah setelah disimpan di freezer dengan suhu beku, plastik tersebut mulai mengalami “cracking”/getas dan lama kelamaan menjadi sobek dan rusaklah kemasan bakso tersebut.
Sablon Plastik Vakum
Instagram : Penuh Inspirasi dan Kemudahan
Instagram